Kamis, 21 Februari 2013

kegiatan pemanenan hasil huitan kayu


I.  PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas dan mempunyai manfaat yang sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup. Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan “Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam alam lingkungannya yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Kegiatan eksploitasi hutan di Indonesia dilakukan sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dengan adanya Undang-undang tersebut maka adanya kesempatan yang sangat besar bagi parapemilik modal dalam negeri maupun asing untuk membuka usaha dalam kegiatan hutan produksi menjadi dasar bagi perijinan Hak Penguasaan Hutan.
1
 
Kesempatan untuk membuka kegiatan hutan produksi melalui perijinan Hak Penguasaan Hutan kemudian disempurnakan dengan adanya keputusan Meneri Kehutanan No. P/11/Menhut-II/2009 dalam pasal 1 ayat 2 tentang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam yang disingkat dengan IUPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan.
Kegiatan pemanenan sebagai sarana pemanfaatan hasil hutan berupa kayu pada PT. Suka Jaya Makmur dilaksanakan secara lestari (berkelanjutan), dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Dengan tujuan mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri, memperluas kesempatan kerja masyarakat sekitar hutan serta meningkatkan ekonomi lokal dan regional sebagai sumber devisa negara.
Memperhatikan berbagai keuntungan baik yang bersifat finansial maupun ekonomi, inisiatif pengembangan aplikasi dan pelaksanaan RIL juga dilakukan oleh para pengelola hutan (IUPHHK-HA) baik secara individu maupun melalui kerjasama dengan institusi nasional maupun internasional. Sehingga saat ini istilah Reduced Impact Logging (RIL) bagi para pengelola hutan bukanlah merupakan hal baru. Dalam usaha pengelolaan hutan lestari peranan Perlindungan Hutan Penelitian dan Lingkungan (PHPL) beranggapan bahwa resiko merehabilitasi hutan dengan kegiatan menanam saja adalah hal sangat ringan jika dibandingkan dengan resiko merehabilitasi ekosistem yang rusak akibat manuver alat berat yang tidak terencana. Karena intensitas kerusakan baik tanah, struktur vegetasi maupun intensitas keterbukaan canopy akibat tidak ada perencanaan pemanenan menyebabkan kerusakan ekosistem hutan yang mengarah pada un-reversibility hutan (Natadiwirya dkk, 2001).
Pengembangan RIL dalam taraf implementasi di lapangan merupakan satu langkah maju sekaligus merupakan respon terhadap perkembangan paradigma dalam pengelolaan hutan yang environmentally friendly. Demikian besarnya tekanan terhadap pengelolaan hutan yang ramah lingkungan, sehingga prinsip, kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari secara jelas menetapkan RIL sebagai indikator PHPL diprioritaskan.


1.2.  Tujuan
Adapun tujuan kegiatan magang di PT. Suka Jaya Makmur adalah:
1)      Penerapan aplikasi teori di lapangan yang ada diperoleh dari kampus selama kuliah.
2)    Mengetahui proses kegiatan pemanenan hasil hutan yang ada di IUPHHK-HA PT. SJM serta menambah wawasan dan pengalaman di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Pemanenan Hasil Hutan
Pemanenan hasil hutan merupakan kegiatan yang mencakup penebangan, penyaradan dan pengangkutan sampai ke TPK antara (log pond). Elias, dkk (1979) “Pemanenan hasil hutan merupakan suatu proses produksi yang melalui serangkaian tahapan kegiatan mulai dari perencanaan, penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan dan pembongkaran muatan.
Pemanenan merupakan kegiatan yang mengurangi suatu kawasan hutan tebangan yang menghasilkan kayu berupa log yang telah dipotong sesuai dengan keinginan dan dibawa ke tempat pengolahan dengan biaya sekecil mungkin (Klassen, 2006). Pemanenan hasil hutan adalah serangakaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lainnya, sehinggga bermanfaat bagi kehidupan ekonomis dan kebudayaan masyarakat (Suparto, 1979).

2.2.  Reduced Impact Logging (RIL)
4
 
Reduced Impact Logging (RIL) merupakan sistem pemanenan kayu ramah lingkungan yang menjadi indikator paling penting dalam pengelolaan hutan secara lestari dan menghindari kerusakan tegakan tinggal. Oleh karena itu diperlukan teknik pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan, aplikasi ini mampu mengurangi kerusakan vegetasi, tanah dan limbah kayu. RIL menyatakan pendekatan sistematik kegiatan pemanenan, khususnya perencanaan yang matang sebelum pemanenan yang disertai kaidah-kaidah yang layak dan informasi yang akurat (Amstrong dan Inglis, 2000).
Besarnya tingkat kerusakan pada pemanenan kayu sistem RIL didominasi oleh tingkat kerusakan berat, kemudian tingkat kerusakan sedang dan tingkat kerusakan ringan (Muhdi, 2008).

2.3.  Penebangan
Penebangan merupakan kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam tegakan yang berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter batas yang ditetapkan. Direktur Jenderal Kehutanan (1993) penebangan juga merupakan awal kegiatan pemanenan, meliputi tindakan atau pekerjaan yang diperlukan untuk memotong pohon dari tunggaknya secara aman dan efisien. Kegiatan penebangan tanpa diragukan adalah salah satu kegiatan yang paling menentukan dalam hubungannya dengan dampak terhadap hutan (Klassen, 2006).
Penebangan merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan dilakukan dengan menggunakan empat prinsip yaitu meminimalkan kecelakaan, meminimalkan kerugian dan kerusakan pohon, memaksimalkan nilai produk kayu bulat dari tiap pohon.
Kegiatan penebangan kayu pada hutan alam dilakukan dengan menggunakan batas diameter dimana pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon-pohon dengan diameter sama atau lebih besar dari 50 cm untuk hutan produksi tetap dan diatas 60 cm untuk hutan produksi terbatas. Sedangkan untuk hutan tanaman, penebangan dilakukan berdasarkan ketentuan perusahaan yang disesuaikan dengan peruntukkan kayunya.

2.4.  Penyaradan
Penyaradan merupakan kegiatan setelah kegiatan penebangan dilaksanakan di blok atau petak tebangan yang merupakan penarikan kayu dari tempat penebangan dengan mengunakan alat penyarad berupa tractor dan skidder.
Pika (1979) penyaradan adalah penarikan kayu atau log melalui lapangan yang tidak menentu dan pembuatan jalan sarad guna menarik log tersebut menuju tempat pengumpulan kayu (TPn) dan selanjutnya diangkut ke tempat penimbunan kayu (TPK) atau ke tempat pembuangan di tepi sungai untuk dirakit atau ke industri sawmill maupun penggergajian.
Penyaradan dimulai dari batang kayu/log terdekat, seorang operator traktor dibantu oleh seorang pembantu yang akan memasang kabel choker/hook pada log dan membantu memberi tanda kepada operator traktor untuk mengambil posisi winching. Pada kegiatan ini kabel winch dan mengkaitkannya pada kabel choker/hook pada log yang akan di winch. Pada waktu winching traktor harus pada posisi diam dan tetap berada di dalam jalan sarad.
Elias (1979) penyaradan sebaiknya tidak dilaksanakan pada musim hujan dan keadaan tanah yang basah, traktor penyarad bergerak keluar jalan sarad, pada waktu penyaradan, pisau traktor menyentuh atau mengupas tanah dan melukai pohon di kiri-kanan jalan sarad, dan traktor masuk ke dalam kawasan lindung.

2.5.  Pembagian Batang
Pembagian batang dilakukan oleh seorang chainsaw bisa pada tempar penebangan ataupun di TPn. Pusdiklat (2006) kegiatan ini juga merupakan permulaan dari sistem penelusuran log yang memungkinkan perusahaan untuk memonitor inventarisasi log perusahaan tersebut. Setelah kegiatan berlangsung log tersebut dipasang satu bagian dari toga bagian label plastik merah pada log. Bagian lain dari label merah ini dipasang pada tanggul pohon, dan bagian ketiga dipegang oleh penebang untuk diserahkan pada mandor produksi.
Saepul (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pemotongan dan pembagian batang akan dipengaruhi oleh:
1)      Kondisi alat pemotongan
2)      Besar kecilnya diameter kayu log
3)      Jenis kayu log (hard wood atau soft wood)
4)      Keterampilan operator chainsaw

2.6.  Kegiatan di TPn
Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) adalah tempat untuk pengumpulan kayu-kayu hasil penebangan/pemanenan di sekitar petak kerja tebangan yang bersangkutan (KepMenHut, 2003).
Penetapan lokasi TPn penting sekali dalam kegiatan produksi terutama lokasi jalan pada peta kontur sehingga tofografi dapat dievaluasi secara efektif. TPn ditempatkan pada lereng yang tidak begitu curam namun memiliki lahan dengan drainase yang baik.
Adapun kegiatan yang dilakukan di TPn antara lain:
2.5.1. Pengupasan Kulit
Kegiatan pengupasan kulit merupakan tahap kegiatan kedua di TPn setelah kegiatan pembagian batang. Jenis kayu yang mudah dikupas yaitu: mayau, meranti merah, meranti kuning, melapi, bengkirai, markabang, dan meranti putih. Sedangkan jenis kayu yang sulit dikupas adalah keruing, jelutung, kempas, medang dan nyatoh (Saepul, 2006).

2.5.2. Pemasangan Paku “S”
Pemasangan paku S dilaksanakan setelah kegiatan pengupasan kulit dilakukan, pemasangan paku S biasanya dilakukan minimal sebanyak 3 buah, paku S dipasang pada kedua bontos kayu log (Saepul, 2006).

2.5.3. Pengukuran
Saepul (2006) pengukuran dan pencatatan kayu merupakan kegiatan inti di TPn, karena dari pengukuran dan pencatatan kayu ini perusahaan bisa mengetahui berapa jumlah kayu log yang telah diproduksi pada petak tebangan tersebut, serta dari pengukuran dan pencatatan kayu inilah bisa dibuat laporan hasil produksi (LHP) untuk keperluan dokumen tata usaha kayu.

2.7.  Pengangkutan
Siregar, M (1980) pengangkutan adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan yang di dalamnya terdapat hubungan dalam hal:
a.       Ada muatan yang diangkut
b.      Tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
c.       Ada jalan, tempat yang akan dilalui alat angkut
Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan log/kayu dari tempat tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik atau logpond atau logyard ataupun langsung ke konsumen. Kegiatan pengangkutan ini disebut dengan istilah Major Transportation. Menurut Elias (1988) bahwa makin besar kayu maka akan semakin pendek waktu penanganannya per satuan volume dan makin pendek waktu angkutan. Kayu akan turun kualitasnya jika dibiarkan terlalu lama di dalam hutan.

2.8.  Kayu di TPK Hutan/Log Yard
Tempat Penimbunan Kayu (TPK) adalah tempat untuk menimbun kayu yang merupakan penggabungan kayu-kayu dari beberapa TPn. Tempat Penimbunan Kayu hutan berada di darat (logyard) untuk menampung kayu bulat milik IUPHHK (KepMenHut, 2003). Sebelum di olah, kayu yang banyak jumlahnya disimpan diareal Tempat Penimbunan Kayu (TPK) dalam bentuk tumpukan-tumpukan.

2.9.  Kayu di TPK Antara/Log Pond
Saepul (2006) dalam melaksanakan kegiatan pembongkaran kayu log operator harus melaksanakannya secara hati-hati untuk menjaga keselamatan alat serta kayu log dan keselamatan diri petugas pembongkaran.
2.9.1.      Pemisahan Kayu
Pambudi (2009) pemisahan kayu log dilakukan berdasarkan jenis kayu floater dan sinker. Kayu floater adalah log yang terapung di atas air, sedangkan kayu sinker adalah kayu yang tenggelam di air (sungai). Pemisahan kayu log berdasarkan jenis floater dan sinker dilakukan untuk memudahkan operator loader dalam mengambil kayu yang akan dilego ke sungai untuk dibuat rakit.
2.9.2.      Perakitan
Perakitan kayu merupakan suatu kegiatan penyusunan log yang berupa rakit di sungai agar log tersebut bisa diangkut dengan memanfaatkan sungai (Saepul, 2006).

2.9.3.      Tata Usaha Kayu (TUK)
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1985 tentang Pengenaan, Pemungutan, dan Pembagian Iuran Hasil Hutan, ditindaklanjuti dengan munculnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 521 Tahun 1985. Dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan yang memiliki kekuatan hukum, maka diterbitkan Petunjuk Teknis TUK mulai berlaku 1 Januari 1986.
Aturan TUK adalah tata cara pembuatan, pelaporan dan pengesahan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan, produksi, penebangan, pengukuran, pengangkutan, pengolahan, pemasaran, dan penerimaan keuangan negara dari hasil hutan.
Tujuan ditetapkannya pedoman tata usaha kayu sebagai aturan adalah dalam rangka upaya pembangunan di bidang pengusahaan kayu hutan. Disamping TUK sebagai upaya pengamanan terhadap berbagai kepentingan negara, juga untuk menciptakan dunia usaha perkayuan yang tertib, lancar, efisien, dan bertanggung jawab. Dapat dikumpulkan informasi kualitatif dan kuantitatif yang diperlukan pemerintah guna menyusun kebijaksanaan berikutnya.




2 komentar: