
1.1. Latar
Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas dan
mempunyai manfaat yang sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup. Menurut
Undang-undang Pokok Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan “Hutan
merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam alam lingkungannya yang satu dan
lainnya tidak dapat dipisahkan.
Kegiatan eksploitasi hutan di Indonesia dilakukan sejak
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,
Undang-undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dengan adanya Undang-undang
tersebut maka adanya kesempatan yang sangat besar bagi parapemilik modal dalam
negeri maupun asing untuk membuka usaha dalam kegiatan hutan produksi menjadi
dasar bagi perijinan Hak Penguasaan Hutan.
|
Kegiatan pemanenan sebagai sarana pemanfaatan hasil hutan berupa kayu pada PT. Suka Jaya Makmur
dilaksanakan secara
lestari (berkelanjutan), dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan
sosial. Dengan tujuan mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan
untuk industri, memperluas
kesempatan kerja masyarakat sekitar hutan serta meningkatkan ekonomi lokal dan regional sebagai sumber devisa negara.
Memperhatikan berbagai keuntungan baik yang bersifat finansial
maupun ekonomi, inisiatif pengembangan aplikasi dan pelaksanaan RIL juga
dilakukan oleh para pengelola hutan (IUPHHK-HA) baik secara individu maupun
melalui kerjasama dengan institusi nasional maupun internasional. Sehingga saat
ini istilah Reduced Impact Logging (RIL) bagi para pengelola hutan
bukanlah merupakan hal baru. Dalam
usaha pengelolaan hutan lestari peranan Perlindungan Hutan Penelitian dan
Lingkungan (PHPL) beranggapan bahwa resiko merehabilitasi hutan dengan kegiatan
menanam saja adalah hal sangat ringan jika dibandingkan dengan resiko
merehabilitasi ekosistem yang rusak akibat manuver
alat berat yang tidak terencana. Karena intensitas kerusakan baik tanah,
struktur vegetasi maupun intensitas keterbukaan canopy akibat tidak ada
perencanaan pemanenan menyebabkan kerusakan ekosistem hutan yang mengarah pada un-reversibility hutan (Natadiwirya
dkk, 2001).
Pengembangan
RIL dalam taraf implementasi di lapangan merupakan satu langkah maju sekaligus
merupakan respon terhadap perkembangan paradigma dalam pengelolaan hutan yang environmentally
friendly. Demikian besarnya tekanan terhadap pengelolaan hutan yang ramah
lingkungan, sehingga prinsip, kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari
secara jelas menetapkan RIL sebagai indikator PHPL diprioritaskan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan kegiatan magang di PT.
Suka Jaya Makmur adalah:
1) Penerapan aplikasi teori di lapangan
yang ada diperoleh dari kampus selama kuliah.
2) Mengetahui proses kegiatan pemanenan
hasil hutan yang ada di IUPHHK-HA PT. SJM serta menambah wawasan dan pengalaman
di lapangan.

2.1. Pemanenan Hasil Hutan
Pemanenan hasil hutan merupakan kegiatan yang mencakup penebangan, penyaradan dan
pengangkutan sampai ke TPK antara (log pond). Elias, dkk (1979) “Pemanenan hasil
hutan merupakan suatu proses produksi yang melalui serangkaian tahapan kegiatan
mulai dari perencanaan, penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan dan
pembongkaran muatan.
Pemanenan merupakan
kegiatan yang mengurangi suatu kawasan hutan tebangan yang menghasilkan kayu
berupa log yang telah dipotong sesuai dengan keinginan dan dibawa ke tempat
pengolahan dengan biaya sekecil mungkin (Klassen, 2006). Pemanenan hasil hutan adalah serangakaian kegiatan
kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lainnya, sehinggga bermanfaat bagi
kehidupan ekonomis dan kebudayaan masyarakat (Suparto, 1979).
2.2. Reduced Impact Logging (RIL)
|
Besarnya tingkat kerusakan pada pemanenan kayu sistem RIL didominasi oleh
tingkat kerusakan berat, kemudian tingkat kerusakan sedang dan tingkat
kerusakan ringan (Muhdi, 2008).
2.3. Penebangan
Penebangan merupakan
kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam tegakan yang berdiameter sama
dengan atau lebih besar dari diameter batas yang ditetapkan. Direktur
Jenderal Kehutanan (1993) penebangan juga merupakan awal kegiatan pemanenan,
meliputi tindakan atau pekerjaan yang diperlukan untuk memotong pohon dari
tunggaknya secara aman dan efisien. Kegiatan penebangan tanpa diragukan
adalah salah satu kegiatan yang paling menentukan dalam hubungannya dengan
dampak terhadap hutan (Klassen, 2006).
Penebangan
merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut
keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan dilakukan dengan menggunakan empat
prinsip yaitu meminimalkan kecelakaan, meminimalkan kerugian dan kerusakan
pohon, memaksimalkan nilai produk kayu bulat dari tiap pohon.
Kegiatan penebangan
kayu pada hutan alam dilakukan dengan menggunakan batas diameter dimana
pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon-pohon dengan diameter sama atau
lebih besar dari 50 cm untuk hutan produksi tetap dan diatas 60 cm untuk hutan
produksi terbatas. Sedangkan untuk hutan tanaman, penebangan dilakukan
berdasarkan ketentuan perusahaan yang disesuaikan dengan peruntukkan kayunya.
2.4. Penyaradan
Penyaradan merupakan
kegiatan setelah kegiatan penebangan dilaksanakan di blok atau petak tebangan yang merupakan penarikan kayu dari
tempat penebangan dengan mengunakan alat penyarad berupa tractor dan skidder.
Pika (1979) penyaradan
adalah penarikan kayu atau log melalui lapangan yang tidak menentu dan
pembuatan jalan sarad guna menarik log tersebut menuju tempat pengumpulan kayu
(TPn) dan selanjutnya diangkut ke tempat penimbunan kayu (TPK) atau ke tempat
pembuangan di tepi sungai untuk dirakit atau ke industri sawmill maupun penggergajian.
Penyaradan dimulai dari
batang kayu/log terdekat, seorang operator traktor dibantu oleh seorang
pembantu yang akan memasang kabel choker/hook pada log dan membantu
memberi tanda kepada operator traktor untuk mengambil posisi winching.
Pada kegiatan ini kabel winch dan mengkaitkannya pada kabel choker/hook pada
log yang akan di winch. Pada waktu winching traktor harus pada posisi
diam dan tetap berada di dalam jalan sarad.
Elias (1979) penyaradan
sebaiknya tidak dilaksanakan pada musim hujan dan keadaan tanah yang basah,
traktor penyarad bergerak keluar jalan sarad, pada waktu penyaradan, pisau
traktor menyentuh atau mengupas tanah dan melukai pohon di kiri-kanan jalan
sarad, dan traktor masuk ke dalam kawasan lindung.
2.5. Pembagian Batang
Pembagian batang
dilakukan oleh seorang chainsaw bisa pada tempar penebangan ataupun di
TPn. Pusdiklat (2006) kegiatan ini juga merupakan permulaan dari sistem
penelusuran log yang memungkinkan perusahaan untuk memonitor inventarisasi log
perusahaan tersebut. Setelah kegiatan berlangsung log tersebut dipasang satu
bagian dari toga bagian label plastik merah pada log. Bagian lain dari label
merah ini dipasang pada tanggul pohon, dan bagian ketiga dipegang oleh penebang
untuk diserahkan pada mandor produksi.
Saepul (2006)
faktor-faktor yang mempengaruhi pemotongan dan pembagian batang akan
dipengaruhi oleh:
1) Kondisi alat pemotongan
2) Besar kecilnya diameter kayu log
3) Jenis kayu log (hard wood atau soft wood)
4) Keterampilan operator chainsaw
2.6. Kegiatan di TPn
Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) adalah tempat untuk pengumpulan kayu-kayu
hasil penebangan/pemanenan di sekitar petak kerja tebangan yang bersangkutan
(KepMenHut, 2003).
Penetapan lokasi TPn penting sekali dalam kegiatan produksi terutama
lokasi jalan pada peta kontur sehingga tofografi dapat dievaluasi secara
efektif. TPn ditempatkan pada lereng yang tidak begitu curam namun memiliki
lahan dengan drainase yang baik.
Adapun kegiatan yang dilakukan di TPn antara lain:
2.5.1. Pengupasan Kulit
Kegiatan pengupasan
kulit merupakan tahap kegiatan kedua di TPn setelah kegiatan pembagian batang.
Jenis kayu yang mudah dikupas yaitu: mayau, meranti merah, meranti kuning,
melapi, bengkirai, markabang, dan meranti putih. Sedangkan jenis kayu yang
sulit dikupas adalah keruing, jelutung, kempas, medang dan nyatoh (Saepul,
2006).
2.5.2. Pemasangan Paku “S”
Pemasangan paku S
dilaksanakan setelah kegiatan pengupasan kulit dilakukan, pemasangan paku S
biasanya dilakukan minimal sebanyak 3 buah, paku S dipasang pada kedua bontos
kayu log (Saepul, 2006).
2.5.3. Pengukuran
Saepul (2006) pengukuran
dan pencatatan kayu merupakan kegiatan inti di TPn, karena dari pengukuran dan
pencatatan kayu ini perusahaan bisa mengetahui berapa jumlah kayu log yang
telah diproduksi pada petak tebangan tersebut, serta dari pengukuran dan
pencatatan kayu inilah bisa dibuat laporan hasil produksi (LHP) untuk keperluan
dokumen tata usaha kayu.
2.7. Pengangkutan
Siregar, M (1980)
pengangkutan adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan yang di dalamnya terdapat hubungan dalam hal:
a. Ada muatan yang diangkut
b. Tersedianya kendaraan sebagai alat
angkut
c. Ada jalan, tempat yang akan dilalui
alat angkut
Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan log/kayu
dari tempat tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik atau logpond atau
logyard ataupun langsung ke konsumen. Kegiatan pengangkutan ini disebut
dengan istilah Major Transportation. Menurut Elias (1988) bahwa makin
besar kayu maka akan semakin pendek waktu penanganannya per satuan volume dan
makin pendek waktu angkutan. Kayu akan turun kualitasnya jika dibiarkan terlalu
lama di dalam hutan.
2.8. Kayu di TPK Hutan/Log Yard
Tempat Penimbunan
Kayu (TPK) adalah tempat untuk menimbun kayu yang merupakan penggabungan
kayu-kayu dari beberapa TPn. Tempat Penimbunan Kayu hutan berada di darat
(logyard) untuk menampung kayu bulat milik IUPHHK (KepMenHut, 2003). Sebelum di olah, kayu yang banyak
jumlahnya disimpan diareal Tempat Penimbunan Kayu (TPK) dalam bentuk
tumpukan-tumpukan.
2.9. Kayu di TPK Antara/Log Pond
Saepul (2006) dalam
melaksanakan kegiatan pembongkaran kayu log operator harus melaksanakannya
secara hati-hati untuk menjaga keselamatan alat serta kayu log dan keselamatan
diri petugas pembongkaran.
2.9.1. Pemisahan Kayu
Pambudi
(2009) pemisahan kayu log dilakukan berdasarkan jenis kayu floater dan sinker.
Kayu floater adalah log yang terapung di atas air, sedangkan kayu sinker
adalah kayu yang tenggelam di air (sungai). Pemisahan kayu log berdasarkan
jenis floater dan sinker dilakukan untuk memudahkan operator loader
dalam mengambil kayu yang akan dilego ke sungai untuk dibuat rakit.
2.9.2. Perakitan
Perakitan
kayu merupakan suatu kegiatan penyusunan log yang berupa rakit di sungai agar
log tersebut bisa diangkut dengan memanfaatkan sungai (Saepul, 2006).
2.9.3. Tata Usaha Kayu (TUK)
Berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor
77 Tahun 1985 tentang Pengenaan, Pemungutan, dan Pembagian Iuran Hasil Hutan,
ditindaklanjuti dengan munculnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 521 Tahun 1985. Dengan SK
Dirjen Pengusahaan Hutan yang memiliki kekuatan hukum, maka diterbitkan
Petunjuk Teknis TUK mulai berlaku 1 Januari 1986.
Aturan
TUK adalah tata cara pembuatan, pelaporan dan pengesahan dokumen yang berkaitan
dengan kegiatan perencanaan, produksi, penebangan, pengukuran, pengangkutan,
pengolahan, pemasaran, dan penerimaan keuangan negara dari hasil hutan.
Tujuan
ditetapkannya pedoman tata usaha kayu sebagai aturan adalah dalam rangka upaya
pembangunan di bidang pengusahaan kayu hutan. Disamping TUK sebagai upaya
pengamanan terhadap berbagai kepentingan negara, juga untuk menciptakan dunia
usaha perkayuan yang tertib, lancar, efisien, dan bertanggung jawab. Dapat
dikumpulkan informasi kualitatif dan kuantitatif yang diperlukan pemerintah
guna menyusun kebijaksanaan berikutnya.
silahkan Anda mengutip, apabila Anda berminat.
BalasHapusijin co pas gan.,
BalasHapusthanks.,:)